Setahun di Makassar

Image result for makassar

Tulisan ini dibuat untuk mengenang setahun saya menginjakkan kaki pertama kali di pulau Sulawesi, tepatnya di kota makassar. Setahun lalu (4 september 2018) rasanya seperti kemarin saya bergelut dengan kebimbangan harus meninggalkan rumah untuk pergi begitu jauhnya menyebrang pulau sampai ke Sulawesi untuk belajar. Bukan hal yang mudah bagi orang tua saya terutama ibu untuk melepas anak perempuannya yang tidak pernah jauh dalam waktu yang lama di pulau seberang dan seorang diri. Saya pun demikian, pada awalnya agak sedikit bimbang dengan kepergian tersebut karena di satu sisi orang tua saya terutama ibu yang sudah tua dan sebagai anak saya khawatir ibu saya sakit dsb. Sampai pada akhirnya saya memutuskan untuk pergi karena kesempatan untuk melanjutkan sekolah mungkin tidak akan datang dua kali. Oh iya, Saya pergi ke Makassar karena saya mendapatkan beasiswa PMDSU batch IV sampai jenjang S3 untuk bidang Environmental Health di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (topik ini akan saya bahas di tulisan berikutnya). Orang tua saya akhirnya merestui saya pergi merantau mencari ilmu.

Kita harus meninggalkan kota kenyamanan kita dan pergi ke belantara institusi kita. Yang akan kita temukan akan sangat indah. Yang akan kita temukan adalah diri kita sendiri – Alan Alda

Saat pertama kali menginjakkan kaki di Makassar, awalnya sangat takut dengan image yang diberikan bahwa orang makassar identik dengan keras, seram, dll. Dan hal itu benar ketika saya pertama kali datang, perawakan bapak-bapak grab bandara yang sedikit terlihat seperti “preman” waktu itu. Tetapi setelah beberapa saat mengobrol dalam mobil ternyata bapak supir grab malah lelucon dan menjadikan suasana tidak begitu seram seperti yang saya duga sebelumnya. Mungkin memang perawakan dan suaranya yang lantang menjadikan image “preman” itu sendiri tetapi tidak mencerminkan bagaimana dia akan bersikap ke depannya. Itu poin penting yang saya pelajari “Don’t judge a book by its cover” right?

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Universitas Hasanuddin gimana? “Kenapa anak UI mau pindah sekolah ke Unhas?” sepertinya sudah ada ratusan orang yang bertanya demikian. Saya tidak mempertimbangkan kampus mana yang akan menjadi tempat saya belajar sewaktu pertama kali daftar untuk beasiswa ini, toh dimanapun kita berada harus jadi yang terbaik bukan? tujuan utama saya sewaktu mendaftar adalah bisa melanjutkan kuliah dan bisa punya banyak pengalaman untuk meneliti tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan yang belum optimal saya dapatkan sewaktu S1. Toh apa salahnya mencoba sesuatu yang berada di zona nyaman kita kan? Unhas merupakan salah satu univ terbaik di Indonesia, meski kalah peringkat dari kampus di Jawa tetapi dosen disini juga punya kapasitas yang baik untuk mengajar karena banyaknya publikasi yang sudah dihasilkan. Yang menjadikan suatu kampus itu baik/favorit adalah mahasiswanya kan? barangkali nanti saya bisa menjadi salah satu alumni yang dibanggakan dan mengangkat nama kampus juga (Aamiin). Kenapa pilih kesehatan lingkungan? karena sesuai dengan jurusan S1, suka ilmunya karena unik. Alhamdulillah, saya bertemu dengan promotor yang kompeten dan sangat concern dengan bidang kesehatan lingkungan khususnya logam berat (thanks pak anwar).

Awalnya saya merahasiakan saya kuliah di Unhas dari teman-teman saya, bukan karena malu melainkan karena melihat beban kuliah di semester 1 dan 2 yang berat dimana  untuk lulus ke jenjang S3 IPK semester 1 dan 2 tidak boleh <3.75. Saya sempat khawatir apakah saya bisa mendapat nilai IPK setinggi itu atau tidak. Karena kalau tidak lulus maka beasiswa akan dihentikan dan hanya melanjutkan studi di jenjang S2. Tetapi setelah perjuangan melewati dua semester penuh ketegangan Alhamdulillah akhirnya lolos juga kualifikasi ke jenjang S3 🙂

Awal tinggal disini saya juga merasakan apa itu mellow sendirian sebagai perantau di kostan. Sampai pada saat ketemu dengan Annisa Utami Rauf dan Paramitha Wiguna sahabat saya yang sangat membantu sekali saya dalam hal adaptasi lingkungan. Setahun di Makassar saya menemukan keluarga baru, teman, relasi dan merasakan pengalaman baru. Orang jawa yang hijrah ke Makassar awalnya akan sulit memahami bahasanya karena ada imbuhan-imbuhan yang mereka gunakan. Sempat ada insiden dimana ketika saya makan nasi mereka menambahkan imbuhan kata “mi” saya kira makan nasi pakai mi ternyata bukan itu artinya haha. Disini saya juga mengetahui beberapa budaya orang-orang yang tinggal di wilayah timur karena teman di kelas saya mayoritas adalah orang asli dari Indonesia timur. Dari mereka saya banyak tahu beberapa kehidupan di Indonesia timur mulai dari masakan, cara hidup, tempat wisata, sampai kepada permasalahan yang mereka alami. Sebagai contoh, kalian tahu apa itu suami? kalian pasti tahu suami adalah lelaki yang dinikahi oleh wanita kan? ternyata kalau di bau-bau sulawesi tenggara, Suami adalah sebuah makanan yang berasal dari ubi kayu. kemudian, tahukah kalian bahwa ternyata masih ada kesenjangan antara wilayah Indonesia Barat dan Timur?  ternyata masih banyak yang ketimpangan yang terjadi bahkan saya sendiri alami ketika turun lapangan meninjau wilayah yang bersebelahan dengan kota Makassar yaitu kabupaten Maros ternyata masih ada desanya yang kurang fasilitas sanitasi dan listrik, padahal sebelah wilayah tersebut adalah sebuah kota metropolis. menarik kan?

Untuk makanan semua makanan disini cocok di lidah saya, tidak ada yang berbeda. kalian jangan berpikir bahwa ketika saya tinggal di Makassar saya akan makan papeda dan/atau segala sesuatu yang berasal dari sagu karena itu salah besar. Makassar sama aja kayak penduduk Jawa yang makanan pokoknya nasi. Makanan khas disini penuh dengan lemak (sebut saja coto, konro, dan pallu basa). Perbedaan yang kentara adalah semua makanan pasti disajikan bersamaan dengan jeruk nipis, apapun makanan pasti ada jeruk nipis.

Saya sempat berpikir kenapa saya bisa ke tahap ini menjalani kuliah di Makassar? mungkin jawabannya adalah karena Allah sayang kepadaku dan ingin melatihku untuk lebih sabar, menghargai orang lain, menurunkan ego dan emosi serta jangan mencitrakan buruk sesuatu sebelum dicoba dan dijalani. Bismillah semoga aku bisa kuat menjalani tahun-tahun berikutnya.

Harapanku untuk tahun selanjutnya di Makassar ini adalah semoga perjalanan studi S3  lancar sampai akhir dan ilmu yang saya bawa akan berguna bagi orang banyak. Aamiin.

Diterbitkan oleh ratnadwip

Welcome to my personal blog. Happy to see you!

Tinggalkan komentar